Thursday, December 10, 2015

Jual Grosir Ecer Harga Termurah | :: Maafkan Aku, Ibu :: Seorang pria, anggap saja namanya Huda, seorang Trainer Development yang sangat giat dalam mengkader pengusaha muda, ia melakukan itu. Karena baginya hidup bukan untuk mengejar martabat, tapi menebar manfaat. Ia sangat mencintai Istrinya yang bernama Ira, malam itu di penghujung tahun 2003. Ia mendapati istrinya sedang sakit, setelah mencoba mengelus dan merelaksasi dengan kompres. Namun, sakitnya tak kunjung hilang. Karena khawatir lalu ia bergegas ke Rumah Sakit terdekat. Yaitu RS Cinta Anil Sudah 3 hari lamanya istrinya di rawat di RS. Namun, dokter belum juga bisa mengetahui penyakit apa yang sedang dialami oleh istrinya. Dokter menyarankan untuk dirujuk ke RS pusat di kotanya. Keesokan harinya, Huda langsung membawa istrinya ke RS Pusat. Yaitu RS Rakybed. Selama di RS ini, suhu tubuh istrinya selalu panas dan merasa haus. Sehingga menghabiskan ± 3 galon air mineral tiap harinya. Sudah hampir 3 bulan lamanya dirawat. Namun, belum juga ada diketahui apa sebenarnya penyakit istrinya. Akhirnya, ia putuskan untuk dibawa ke RS Harapan Bersama di Jakarta, dan langsung ditempatkan diruang ICU. Biaya di ICU kala itu kurang lebih 2,5 juta per malam. Dengan penuh harapan dan cemas huda selalu bersabar menemani istrinya. Kesedihan itu tak bisa dibendung lagi, saat ia melihat kondisi sang istri dipenuhi kabel dan alat bantu di seluruh tubuhnya. 3 minggu sudah berlalu, namun belum ada sedikitpun pencerahan. Dokter masih belum tahu penyakit apa yang diderita istrinya. Setiap sehabis shalat, doa selalu ia panjatkan kepada Yang Maha Kuasa, demi kesembuhan istrinya. Tanpa sadar, air mata mengucur deras dari kedua matanya. Di pagi hari setelah visit dokter, Huda diajak dokter keruangannya untuk membicarakan keadaan istrinya. “Pak Huda, kami minta persetujuan pak Huda untuk mengganti obat istri bapak.” “Memang kenapa Dok, tidak biasanya Dokter meminta izin saya? Apa bedanya obat ini? ” “Begini Pak Huda, obat ini cukup mahal, rencananya obat ini akan kami gunakan untuk mengetahui penyakit istri pak Huda” “Berapa harganya Dok?” “12 juta pak, untuk 1 dosis” “Satu hari berapa dosis Dok?” “3 kali dosis dalam sehari pak” “Jadi Rp. 36 juta dokter sehari?” “Iya Pak Huda” “Astaghfirullah Dok, bagi saya Rp. 36 juta itu banyak sekali Dokter. Tabungan saya sudah hampir habis. Tolong Dok, periksa sekali lagi, temukan penyakit istri saya Dokter!” “Pak Huda, kami sudah berusaha semampu kami, kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipyo dan beberapa laboratorium ternama. Namun, kami belum mengetahui penyakit istri bapak ” “Tolong Dok, coba periksa sekali lagi, saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dicari tahu, sekali lagi” “Pak Huda, baik kami akan penuhi permohonan bapak. Tapi janji ya pak, bila kami belum juga menemukan penyakitnya, dengan terpaksa kami menggunakan obat tadi.” “Baik Dokter, terima kasih” Setelah keluar dari ruangan dokter, Huda bergegas ke Mushola untuk shalat dhuha dua raka’at. Setelah salam, ia langsung dzikir kepada Allah dengan penuh penghayatan, lalu diiringi shalawat kepada Rosululah. Lalu diangkat kedua tangannya dan berdoa: “ Ya Allah, Ya Tuhanku, Aku mengerti ini adalah bagian dari ujian-Mu, Aku mengerti semua ini karena Engkau menyayangi hambamu ini, Tolong ya Allah, tunjukanlah petunjuk-Mu. Dosa apa yang telah kulakukan, sehingga membuat istriku tak kunjung sembuh” sambil mengusap air matanya “Ya Allah, tolong beri Aku petunjuk, tolong sembuhkan istriku Ya Allah. Bagi-Mu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah Engkau mengatur seluruh alam beserta isinya Ya Allah” Sesaat setelah selesai berdoa, ia teringat akan uang senilai 150 rupiah. Iya uang koin 150 rupiah. Lalu ia mulai mengingat kejadian uang senilai Rp. 150 tersebut. “Oh iya, uang itu adalah uang yang pernah aku ambil dari bawah bantal Ibuku, uang yang aku ambil untuk membayar SPP saat Aku SD. Karena uang SPP yang sebelumnya aku pergunakan untuk jajan. Dari uang 150 itu kubayarkan SPP sebanyak 75 rupiah, karena 3 bulan aku menunggak bayaran SPP kala itu, sedangkan sisanya untuk jajan lagi,” katanya dalam hati. “ Mengapa Aku teringat ini, apakah ini petunjuk dari Allah?” lagi – lagi ucapnya dalam hati. Karena penasaran, lalu ia langsung menelpon Ibunya. “Assalamu’alaikum Bu” “Wa’alaikum salam Nak ” “Ibu apa kabar ?” “Ibu baik-baik saja Nak” “Trus, kabar anak–anak gimana Bu ?” “Huda, Ibu jauh – jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak–anakmu. Sudah, kamu gak usah khawatir. Gimana kabar istrimu Ira? ” “Masih belum sembuh, Bu” “Sabar ya, Nak” Setelah lama berbincang – bincang, lalu Huda menanyakan tentang kejadian 150 rupiah itu. “Ibu, masih ingat gak dengan kejadian dulu, duluuu sekali” “Kejadian yang mana, Nak?” “Dulu, waktu Ibu kehilangan 150 rupiah, di bawah bantal” Secara mengejutkan, terdengar suara penuh amarah dari balik telpon genggam Huda. “Nak, sampai Ibu meninggal, Ibu tidak akan mungkin melupakannya,” jawab sang Ibu dengan suara lirih. “Nak, gara–gara uang itu hilang, Ibu dicaci maki dan direndahkan di depan umum, Nak. Waktu itu Ibu punya hutang dengan orang kaya kampung kita. Uang itu sudah Ibu persiapkan di bawah bantal, saat Ibu mau membayar, ternyata uang itu hilang nak. Karena tidak enak, Ibu beranikan untuk mendatangi orang kaya tersebut dan meminta maaf karena uang yang Ibu persiapkan hilang..” isak tangis terdengar di telpon genggam. “Mendengar alasan Ibu, orang itu malah mencaci-maki, Nak. Merendahkan Ibu. Padahal, di situ banyak orang Nak, Demi Allah, Nak, rasanya sakit, sakit, sakit sekali hati ini, Nak…” dengan lirih dan serak Ibunya berkata. “Ibu tahu siapa yang mengambil uang itu?” “Ibu tidak tahu Nak, Ibu gak akan memaafkan orang itu.” “Bu, maafkan Huda Bu, Maafkan Huda Bu, Huda yang mengambil uang Ibu. Huda ambil untuk bayar SPP Bu. Huda gak tahu kehilangan uang itu membuat Ibu seperti itu. Tolong Bu, ikhlasin uang itu ya Bu, yang mengambil uang itu Huda Bu. Huda janji nanti saat bertemu Ibu, Huda akan sungkem sama Bu. Maafin Huda, Maafin Huda Bu…” “Astaghfirullahal adzim, astaghfirullahal adzim, astaghfirullahal adzim, Ya Allah, ternyata kamu Nak yang ngambil. Ya Allah, Ya Rabbi, maafkanlah anakku Ya Allah, Hamba tidak tahu, ternyata anak hamba yang mengambil uang itu, ampunilah dia, Ya Allah..” “Bu, beneran Ibu sudah memaafkan Huda?” “Sudah Nak. Seharusnya Ibu yang meminta maaf, karena Ibu terlalu lama memendam dendam seperti ini. Ibu gak tahu Nak, ternyata kamu yang ambil uang itu.” “Maafin Huda Bu, maafin Huda…” “Sudah lupakan semua, semua kesalahanmu sudah Ibu maafkan, termasuk uang itu.” “Bu, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Bu, agar ia cepat sembuh.” “Ya Allah, hari ini aku maafkan kesalahan anakku karena telah mengambil uang itu. Dan juga semua kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit istri anakku ya Allah,” demikian doa sang ibu. Setelah itu, telpon ditutup dengan ucapan terima kasih kepada Ibunya. Kurang lebih 1 jam kemudian, Huda kembali dipanggil oleh Dokter. “Selamat Pak Huda. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.” “Apa dok?” “Infeksi Pankreas.” Langsung dipeluknya dokter itu dengan erat dengan air mata yang berlinang “ Terima kasih Dok, terima kasih…” “Pak Huda, jujur kami pun terkejut saat mengetahui Istri Bapak terkena Infeksi Pankreas. Padahal kami sudah melakukan berbagai pemeriksaan sebelumnya. Ini adalah suatu keajaiban. Selanjutnya kami meminta izin kepada bapak untuk melakukan operasi caesar terlebih dahulu, untuk mengeluarkan janin yang sudah 8 bulan. Setelah itu, baru kita kita tindak lanjuti infeksi pankreas istri bapak ” Setelah selesai, dan kondisi istri dan bayinya sehat, Pak Huda kembali ke Bogor untuk sungkem dan meminta maaf kepada ibunya. Namun, Itulah hebatnya seorang ibu, ia malah berucap, “Bukan kamu yang meminta maaf Nak, seharusnya ibu yang meminta maaf…” Perlu dicatat, cerita di atas benar – benar terjadi, nyata. Namun nama pria itu bukannya Huda. Nama aslinya adalah Jamil Azzaini, seorang Trainer Personal Development dan Leadership, Pengkader trainer, Penulis, Dosen dan Pengusaha Indonesia. Yang ankrab disapa Kek Jamil. Sungguh ini bukti kebenaran Hadits Rosulullah Shalallahu alaihi wasallam : “Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua“ (HR Bukhori, Tirmidzi, Hakim) Sudah seharusnya kita melakukan yang terbaik untuk orangtua kita. Bukankah kita sudah sama–sama tahu bahwa, Surga berada di bawah telapak kaki Ibu. Please Like and Share !!


:: Maafkan Aku, Ibu :: Seorang pria, anggap saja namanya Huda, seorang Trainer Development yang sangat giat dalam mengkader pengusaha muda, ia melakukan itu. Karena baginya hidup bukan untuk mengejar martabat, tapi menebar manfaat. Ia sangat mencintai Istrinya yang bernama Ira, malam itu di penghujung tahun 2003. Ia mendapati istrinya sedang sakit, setelah mencoba mengelus dan merelaksasi dengan kompres. Namun, sakitnya tak kunjung hilang. Karena khawatir lalu ia bergegas ke Rumah Sakit terdekat. Yaitu RS Cinta Anil Sudah 3 hari lamanya istrinya di rawat di RS. Namun, dokter belum juga bisa mengetahui penyakit apa yang sedang dialami oleh istrinya. Dokter menyarankan untuk dirujuk ke RS pusat di kotanya. Keesokan harinya, Huda langsung membawa istrinya ke RS Pusat. Yaitu RS Rakybed. Selama di RS ini, suhu tubuh istrinya selalu panas dan merasa haus. Sehingga menghabiskan ± 3 galon air mineral tiap harinya. Sudah hampir 3 bulan lamanya dirawat. Namun, belum juga ada diketahui apa sebenarnya penyakit istrinya. Akhirnya, ia putuskan untuk dibawa ke RS Harapan Bersama di Jakarta, dan langsung ditempatkan diruang ICU. Biaya di ICU kala itu kurang lebih 2,5 juta per malam. Dengan penuh harapan dan cemas huda selalu bersabar menemani istrinya. Kesedihan itu tak bisa dibendung lagi, saat ia melihat kondisi sang istri dipenuhi kabel dan alat bantu di seluruh tubuhnya. 3 minggu sudah berlalu, namun belum ada sedikitpun pencerahan. Dokter masih belum tahu penyakit apa yang diderita istrinya. Setiap sehabis shalat, doa selalu ia panjatkan kepada Yang Maha Kuasa, demi kesembuhan istrinya. Tanpa sadar, air mata mengucur deras dari kedua matanya. Di pagi hari setelah visit dokter, Huda diajak dokter keruangannya untuk membicarakan keadaan istrinya. “Pak Huda, kami minta persetujuan pak Huda untuk mengganti obat istri bapak.” “Memang kenapa Dok, tidak biasanya Dokter meminta izin saya? Apa bedanya obat ini? ” “Begini Pak Huda, obat ini cukup mahal, rencananya obat ini akan kami gunakan untuk mengetahui penyakit istri pak Huda” “Berapa harganya Dok?” “12 juta pak, untuk 1 dosis” “Satu hari berapa dosis Dok?” “3 kali dosis dalam sehari pak” “Jadi Rp. 36 juta dokter sehari?” “Iya Pak Huda” “Astaghfirullah Dok, bagi saya Rp. 36 juta itu banyak sekali Dokter. Tabungan saya sudah hampir habis. Tolong Dok, periksa sekali lagi, temukan penyakit istri saya Dokter!” “Pak Huda, kami sudah berusaha semampu kami, kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipyo dan beberapa laboratorium ternama. Namun, kami belum mengetahui penyakit istri bapak ” “Tolong Dok, coba periksa sekali lagi, saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dicari tahu, sekali lagi” “Pak Huda, baik kami akan penuhi permohonan bapak. Tapi janji ya pak, bila kami belum juga menemukan penyakitnya, dengan terpaksa kami menggunakan obat tadi.” “Baik Dokter, terima kasih” Setelah keluar dari ruangan dokter, Huda bergegas ke Mushola untuk shalat dhuha dua raka’at. Setelah salam, ia langsung dzikir kepada Allah dengan penuh penghayatan, lalu diiringi shalawat kepada Rosululah. Lalu diangkat kedua tangannya dan berdoa: “ Ya Allah, Ya Tuhanku, Aku mengerti ini adalah bagian dari ujian-Mu, Aku mengerti semua ini karena Engkau menyayangi hambamu ini, Tolong ya Allah, tunjukanlah petunjuk-Mu. Dosa apa yang telah kulakukan, sehingga membuat istriku tak kunjung sembuh” sambil mengusap air matanya “Ya Allah, tolong beri Aku petunjuk, tolong sembuhkan istriku Ya Allah. Bagi-Mu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah Engkau mengatur seluruh alam beserta isinya Ya Allah” Sesaat setelah selesai berdoa, ia teringat akan uang senilai 150 rupiah. Iya uang koin 150 rupiah. Lalu ia mulai mengingat kejadian uang senilai Rp. 150 tersebut. “Oh iya, uang itu adalah uang yang pernah aku ambil dari bawah bantal Ibuku, uang yang aku ambil untuk membayar SPP saat Aku SD. Karena uang SPP yang sebelumnya aku pergunakan untuk jajan. Dari uang 150 itu kubayarkan SPP sebanyak 75 rupiah, karena 3 bulan aku menunggak bayaran SPP kala itu, sedangkan sisanya untuk jajan lagi,” katanya dalam hati. “ Mengapa Aku teringat ini, apakah ini petunjuk dari Allah?” lagi – lagi ucapnya dalam hati. Karena penasaran, lalu ia langsung menelpon Ibunya. “Assalamu’alaikum Bu” “Wa’alaikum salam Nak ” “Ibu apa kabar ?” “Ibu baik-baik saja Nak” “Trus, kabar anak–anak gimana Bu ?” “Huda, Ibu jauh – jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak–anakmu. Sudah, kamu gak usah khawatir. Gimana kabar istrimu Ira? ” “Masih belum sembuh, Bu” “Sabar ya, Nak” Setelah lama berbincang – bincang, lalu Huda menanyakan tentang kejadian 150 rupiah itu. “Ibu, masih ingat gak dengan kejadian dulu, duluuu sekali” “Kejadian yang mana, Nak?” “Dulu, waktu Ibu kehilangan 150 rupiah, di bawah bantal” Secara mengejutkan, terdengar suara penuh amarah dari balik telpon genggam Huda. “Nak, sampai Ibu meninggal, Ibu tidak akan mungkin melupakannya,” jawab sang Ibu dengan suara lirih. “Nak, gara–gara uang itu hilang, Ibu dicaci maki dan direndahkan di depan umum, Nak. Waktu itu Ibu punya hutang dengan orang kaya kampung kita. Uang itu sudah Ibu persiapkan di bawah bantal, saat Ibu mau membayar, ternyata uang itu hilang nak. Karena tidak enak, Ibu beranikan untuk mendatangi orang kaya tersebut dan meminta maaf karena uang yang Ibu persiapkan hilang..” isak tangis terdengar di telpon genggam. “Mendengar alasan Ibu, orang itu malah mencaci-maki, Nak. Merendahkan Ibu. Padahal, di situ banyak orang Nak, Demi Allah, Nak, rasanya sakit, sakit, sakit sekali hati ini, Nak…” dengan lirih dan serak Ibunya berkata. “Ibu tahu siapa yang mengambil uang itu?” “Ibu tidak tahu Nak, Ibu gak akan memaafkan orang itu.” “Bu, maafkan Huda Bu, Maafkan Huda Bu, Huda yang mengambil uang Ibu. Huda ambil untuk bayar SPP Bu. Huda gak tahu kehilangan uang itu membuat Ibu seperti itu. Tolong Bu, ikhlasin uang itu ya Bu, yang mengambil uang itu Huda Bu. Huda janji nanti saat bertemu Ibu, Huda akan sungkem sama Bu. Maafin Huda, Maafin Huda Bu…” “Astaghfirullahal adzim, astaghfirullahal adzim, astaghfirullahal adzim, Ya Allah, ternyata kamu Nak yang ngambil. Ya Allah, Ya Rabbi, maafkanlah anakku Ya Allah, Hamba tidak tahu, ternyata anak hamba yang mengambil uang itu, ampunilah dia, Ya Allah..” “Bu, beneran Ibu sudah memaafkan Huda?” “Sudah Nak. Seharusnya Ibu yang meminta maaf, karena Ibu terlalu lama memendam dendam seperti ini. Ibu gak tahu Nak, ternyata kamu yang ambil uang itu.” “Maafin Huda Bu, maafin Huda…” “Sudah lupakan semua, semua kesalahanmu sudah Ibu maafkan, termasuk uang itu.” “Bu, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Bu, agar ia cepat sembuh.” “Ya Allah, hari ini aku maafkan kesalahan anakku karena telah mengambil uang itu. Dan juga semua kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit istri anakku ya Allah,” demikian doa sang ibu. Setelah itu, telpon ditutup dengan ucapan terima kasih kepada Ibunya. Kurang lebih 1 jam kemudian, Huda kembali dipanggil oleh Dokter. “Selamat Pak Huda. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.” “Apa dok?” “Infeksi Pankreas.” Langsung dipeluknya dokter itu dengan erat dengan air mata yang berlinang “ Terima kasih Dok, terima kasih…” “Pak Huda, jujur kami pun terkejut saat mengetahui Istri Bapak terkena Infeksi Pankreas. Padahal kami sudah melakukan berbagai pemeriksaan sebelumnya. Ini adalah suatu keajaiban. Selanjutnya kami meminta izin kepada bapak untuk melakukan operasi caesar terlebih dahulu, untuk mengeluarkan janin yang sudah 8 bulan. Setelah itu, baru kita kita tindak lanjuti infeksi pankreas istri bapak ” Setelah selesai, dan kondisi istri dan bayinya sehat, Pak Huda kembali ke Bogor untuk sungkem dan meminta maaf kepada ibunya. Namun, Itulah hebatnya seorang ibu, ia malah berucap, “Bukan kamu yang meminta maaf Nak, seharusnya ibu yang meminta maaf…” Perlu dicatat, cerita di atas benar – benar terjadi, nyata. Namun nama pria itu bukannya Huda. Nama aslinya adalah Jamil Azzaini, seorang Trainer Personal Development dan Leadership, Pengkader trainer, Penulis, Dosen dan Pengusaha Indonesia. Yang ankrab disapa Kek Jamil. Sungguh ini bukti kebenaran Hadits Rosulullah Shalallahu alaihi wasallam : “Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua“ (HR Bukhori, Tirmidzi, Hakim) Sudah seharusnya kita melakukan yang terbaik untuk orangtua kita. Bukankah kita sudah sama–sama tahu bahwa, Surga berada di bawah telapak kaki Ibu. Please Like and Share !! Jika anda ingin beli berbagai produk kecantikan & kesehatan seperti baju pelangsing dengan harga murah dan terpercaya? Beli aja di sini!

Ayo Like juga Fanspage kami >>> Elumor

No comments:

Post a Comment